PERENCANAAN FISIK PEMBANGUNAN, ENVIRONMENT IMPACT ANALYSIS, DAN CONTOH KASUS

PERENCANAAN FISIK PEMBANGUNAN
Perencanaan fisik adalah suatu usaha pengaturan dan penataan kebutuhan fisik untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dengan berbagai kegiatan fisik. Proses perencanaan fisik pembangunan harus melaksanakan amanat UUD 1945 Amandemen tentang pemilihan umum langsung oleh rakyat. Perencanaan pembangunan nasional masih dibutuhkan mengingat amanat Pembukaan UUD 1945 dan kondisi faktual geografis, sosial, ekonomi, dan politik bangsa Indonesia yang beranekaragam, dan kompleks.
Bidang Perencanaan Fisik dan Prasarana dibagi menjadi dua Sub Bidang yaitu,

  1. Sub Bidang Tata Ruang & Lingkungan
Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan mempunyai tugas antara lain sebagai berikut :
  • Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di bidang tat ruang dan lingkungan.
  • Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program Tata Ruang dan Lingkungan yang serasi.
  • Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan Tata Ruang dan Lingkungan.
  • Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan sub bidang Tata Ruang dan Lingkungan.
  • Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Tata Ruang dan Lingkungan serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
  • Memberikan saran dan pertimbangan kepada atasan sesuai dengan bidang tugasnya.
  • Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.

  1. Sub Bidang Prasarana Wilayah
Sub Bidang Prasarana Wilayah mempunyai tugas antara lain sebagai berikut,
  • Membantu Kepala Bidang dalam menyelenggarakan sebagian tugas pokok di Sub Budang Prasarana Wilayah
  • Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program bidang Prasarana Wilayah
  • Mempersiapkan bahan penyusunan rencana dan program pembangunan PU, Perumahan dan Perhubungan.
  • Melaksanakan koordinasi kepada instansi yang berkaitan dengan Sub Bidang Prasarana Wilayah.
  • Melaksanakan inventarisasi permasalahan di Sub Bidang Prasarana Wilayah serta merumuskan langkah-langkah kebijaksanaan pemecahan masalah.
  • Memberikan saran dan pertimbangan kepada aasan sesuai dengan bidang tugasnya.
  • Melaksanakan tugas lain yang diperintahkan oleh atasan.
Sistem perencanaan pembangunan nasional diatur dalam Undang-Undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) telah mengakomodasi seluruh tuntutan pembaharuan sebagai bagian dari gerakan reformasi. Perencanaan pembangunan nasional harus dapat dilaksanakan secara terintegrasi, sinkron, dan sinergis baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi pemerintah maupun antara pusat dan daerah.
Rencana pembangunan nasional dimulai dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP). Kemudian, Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJM) yang berupa penjabaran visi dan misi presiden dan berpedoman kepada RPJP Nasional. Sedangkan untuk daerah, RPJM Nasional menjadi perhatian bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah (RPJMD).
Di tingkat nasional proses perencanaan dilanjutkan dengan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang sifatnya tahunan dan sesuai dengan RPJM Nasional. Sedangkan di daerah juga disusun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) yang merupakan penjabaran dari RPJM Daerah dan mengacu kepada RKP.
Rencana tahunan sebagai bagian dari proses penyusunan RKP juga disusun oleh masing-masing kementerian dan lembaga dalam bentuk Rencana Kerja (Renja) Kementerian atau Lembaga dan di daerah Renja-SKPD disusun sebagai rencana tahunan untuk SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Rencana kerja atau Renja ini disusun dengan berpedoman kepada Renstra serta prioritas pembangunan yang dituangkan dalam rancangan RKP, yang didasarkan kepada tugas dan fungsi masing-masing instansi.
4 DISTRIBUSI TATA RUANG LINGKUP 

  1. LINGKUP NASIONAL
Kewenangan semua instasi tingkat pemerintahan pusat berada dalam lingkup kepentingan secara sektoral. Perencanaan fisik pada tingkat nasional tidak memepertimbangkan distribusi kegiatan tata ruang secara spesifikasi dan mendetail.Departemen-departemen yang berkaitan adalah yang langsung dengan perencanaan fisik khususnya terkait dengan pengembangan wilayah, antara lain
–       Dep. Pekerjaan Umum
–       Dep. Perhubungan
–       Dep. Perindustrian
–       Dep. Pertanian
–       Dep. Pertambangan
  1. LINGKUP REGIONAL
Instasi yang berwenang dalam perencanaan pembangunan pada tingkat regional di Indonesia adalah pemda tingkat 1 di samping adanya dinas-dinas daerah maupun vertikal, walaupun pertingkat kota dan kabupaten konsistensi sejalan dengan ketentuan rencana pembangunan yang telah di gariskan di atas (tingkat nasional dan regional) daerah tingkat II itu sendiri masih mempunyai ketentuan dalam mengurus perencanaan wilayah sendiri , antara lain
–       Dinas PU (Pekerjaan Umum)
–       DLLAJR
–       Kantor wilayah yang mengkoordinasi adalah BAPPEDA tingkat 1 di setiap provinsi.
  1. LINGKUP LOKAL
Tingkat kodya atau kabupaten biasanya seperti di bebankan kepada dinas-dinas berdasarkan Kepres NO.27 Tahun 1980 untuk BAPPEDA tingkat II,  misalnya :
–       Dinas PU
–       Dinas Tata Kota
–       Dinas Kebersihan
–       Dinas Pengawasan Pembangunan Kota
–       Dinas Kesehatan
–       Dinas PDAM
  1. LINGKUP SEKTOR SWASTA
Lingkup swasta dulu hanya sebatas pada skala perencanaan pembangunan perumahan, jaringan utilitas, dan pusat perbelanjaan. Akan tetapi sekarang semakin positif yang menjadi indikator untuk memicu diri bagi instansi pemerintahan maupun BUMN, sehingga persaingan yang muncul menjadi tolak ukur bagi tiap-tiap kompetitor swasta dan pemerintah dan berdampak pada peningkatan kualitas layanan atau produk.
ENVIRONMENT IMPACT ANALYSIS

PENGERTIAN AMDAL

Pengertian Amdal – Amdal atau yang lebih dikenal sebagai analisis dampak lingkungan, memiliki pengertian yaitu proses yang terjadi di dalam studi atau ilmu formal untuk memperkirakan dampak dari suatu lingkungan. Atau rencana kegiatan dan aktivitas yang berasal dari proyek yang memiliki tujuan yaitu memastikan adanya suatu masalah pada dampak lingkungan yang dianalisis sebagai pertimbangan keputusan.
Lingkungan biasanya menjadi masalah yang paling banyak dibahas atau masalah yang paling banyak dibenahi oleh banyak orang, atau oleh sekelompok orang. Maka dengan adanya amdal atau analisis mengenai dampak di suatu lingkungan, masalah yang ada di dalam lingkungan dapat diatasi dengan baik. Bahkan dicari solusinya yang tepat, dan mencegah agar dampak buruk tidak terulang lagi.

Pengertian amdal menurut PP no 27 tahun 1999, yaitu suatu kajian mengenai dampak yang telah ditimbulkan oleh lingkungan. Serta menjadi hal yang penting dalam pengambilan suatu keputusan atau dari kegiatan yang telah direncanakan di lingkungan hidup. Selain itu diperlukan juga proses pengambilan suatu keputusan tentang penyelenggaraan jenis usaha atau kegiatan.
Amdal merupakan suatu analisis yang meliputi beragam faktor seperti misalnya fisik, kimia, sosial ekonomi, biologi, dan juga sosial budaya yang menyeluruh. Pengertian lain dari amdal adalah proses suatu pengkajian yang digunakan untuk memperkirakan dampak, yang terjadi di lingkungan hidup dari suatu kegiatan atau proyek yang sudah dilakukan atau sudah direncanakan. Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.

Dengan diundangkannya undang-undang tentang lingkungan hidup di Amerika Serikat, yaituNational Environmental Policy Act (NEPA) pada tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam NEPA pasal 102 (2) (C) menyatakan,
“Semua usulan legilasi dan aktivitas pemerintah federal yang besar yang akan diperkirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan diharuskan disertai laporanEnvironmental Impact Assessment (Analsis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut”.

AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.

Pembangunan yang tidak mengorbankan lingkungan dan/atau merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang memperhatikan dampak yang dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan tersebut. Untuk menjamin bahwa suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak dari segi lingkungan, perlu dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan tentang dampak dan akibat yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan/usaha akan dilakukan.

AMDAL adalah singkatan dari analisis mengenai dampak lingkungan. Dalam peraturan pemerintah no. 27 tahun 1999 tentang analisis mengenai dampak lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:
a.       jumlah manusia yang terkena dampak
b.      luas wilayah persebaran dampak
c.       intensitas dan lamanya dampak berlangsung
d.      banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
e.       sifat kumulatif dampak
f.       berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak



PARAMETER AMDAL 
Seperti diketahui bahwa lingkungan merupakan suatu sistem dimana terdapat interaksi antara berbagai macam parameter lingkungan didalamnya.  Misalnya suatu penentuan lahan (zoning) untuk pembangunan perumahan dapat menyebabkan erosi tanah ditempat lain karena adanya dislokasi bebatuan atau dapat menyebabkan hilangnya tingkat kesuburan tanah akibat terkikisnya lapisan atas lahan tersebut.
Parameter atau atribut lingkungan dapat dikategorikan menjadi tiga jenis :

-Parameter terperinci yang dapat dipergunakan untuk menjelaskan keadaan lingkungan di mana setiap perubahan dari parameter ini akan merupakan indikator dari perubahan-perubahan dalam lingkungan yang bersangkutan.

-Parameter umum yaitu suatu tinjauan singkat atas parameter lingkungan yang secara umum dapat menggambarkan sifat dari dampak-dampak yang potensial terhadap lingkungan.

-Parameter controversial yaitu parameter lingkungan yang karena usaha-usaha pembangunan fisik mendapat dampak lingkungan tertentu atas dampak yang terjadi ini kemudian timbul suatu reaksi yang bertentangan dari masyarakat umum.

Parameter lingkungan yang harus dianalisis pada operasi AMDAL, meliputi :

A. Dampak lingkungan langsung :

Faktor fisis biologis :
  • Udara
  • Air
  • Lahan
  • Aspek ekologi hewan dan tumbuhan
  • Suara
  • SDA termasuk kebutuhan energi

    Faktor Sosial Budaya
  • Taat cara hidup
  • pola kebutuhan psikologis
  • sistem psikologis
  • kebutuhan lingkungan sosial
  • pola sosial budaya


Faktor Ekonomi
  • Ekonomi regional dan ekonomi perkotaan
  • Pendapatan dan pengeluaran sector public
  • Konsumsi dan pendapatan perkapita 
  •  

B. Dampak lingkungan langsung :

- Perluasan pemanfaatan lahan
- Pengembangan kawasan terbangun
- Perubahan gaya hidup karena meningkatnya daya mobilitas masyarakat dll.
Berdasarkan penjabaran diatas maka dapat dikemukakan bahwa “Analisis Dampak Lingkungan” adalah suatu studi tentang kemungkinan perubahan-perubahan yang terjadi dalam berbagai karakteristik sosial ekonomi dan biologis dari suaut lingkungan yang mungkin disebabkan oleh suatu tindakan yang direncanakan maupun tindakan pembangunan yang telah dilaksanakan dan merupakan ancaman terhadap lingkungan.

Dokumen AMDAL terdiri dari :
  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-AMDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)

AMDAL digunakan untuk:
  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan


Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:

Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL



  • Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  • masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:
  1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012
  2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 13 Tahun 2010
  3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
  4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008




INTI AMDAL 

Tiga nilai-nilai inti AMDAL :
  • integritas-dalam proses AMDAL akan sesuai dengan standar yang disepakati.
  • utilitas - dalam proses AMDAL akan menyediakan seimbang, kredibel informasi untuk keputusan.
  • kesinambungan - dalam proses AMDAL akan menghasilkan perlindungan lingkungan.

Manfaat AMDAL meliputi:.

  • berwawasan lingkungan dan berkelanjutan desain.
  • kepatuhan dengan standar yang lebih baik.
  • tabungan modal dan biaya operasi.
  • mengurangi waktu dan biaya untuk persetujuan.
  • proyek peningkatan penerimaan.
  • perlindungan yang lebih baik terhadap lingkungan dan kesehatan manusia.


Apa maksud dan tujuan dari AMDAL?

Maksud dan tujuan dari AMDAL dapat dibagi menjadi dua kategori. Itu tujuan langsung AMDAL adalah untuk memberi proses pengambilan keputusan oleh berpotensi signifikan mengidentifikasi dampak lingkungan dan risiko proposal pembangunan. Tertinggi (jangka panjang) Tujuan AMDAL adalah untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan dengan memastikan bahwa usulan pembangunan tidak merusak sumber daya kritis dan fungsi ekologis atau kesejahteraan, gaya hidup dan penghidupan masyarakat dan bangsa yang bergantung pada mereka.

Tujuan langsung AMDAL adalah untuk:
  • memperbaiki desain lingkungan proposal;
  • memastikan bahwa sumber daya tersebut digunakan dengan tepat dan efisien;
  • mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat untuk mengurangi potensi dampak proposal; dan
  • informasi memfasilitasi pengambilan keputusan, termasuk pengaturan lingkungan syarat dan ketentuan untuk menerapkan usulan tersebut.


Tujuan jangka panjang AMDAL adalah untuk:


  • melindungi kesehatan dan keselamatan manusia;
  • menghindari perubahan ireversibel dan kerusakan serius terhadap lingkungan;
  • menjaga sumber daya berharga, daerah alam dan komponen ekosistem; dan
  • meningkatkan aspek-aspek sosial dari proposal.

PROSES AMDAL DALAM HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN 
AMDAL adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi tinggi. 

Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan lingkungan adalah anti pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena itu banyak pula yang mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.

AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29 Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. 

Dengan diterbitkannya Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.

AMDAL merupakan kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain:

  • jumlah manusia yang terkena dampak
  • luas wilayah persebaran dampak
  • intensitas dan lamanya dampak berlangsung
  • banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
  • sifat kumulatif dampak
  • berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak

DOKUMEN AMDAL
Dokumen AMDAL merupakan sumber informasi bagi masyarakat luas. Dokumen AMDAL terdiri atas lima dokumen penting, yaitu

  1. Kerangka Acuan (KA)
  2. Sebagai dasar pelaksanaan studi AMDAL.
  3. Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
  4. Sebagai dokumen yang memuat studi dampak lingkungan.
  5. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
  6. Merupakan upaya-upaya pengelolaan lingkungan untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak positif, misalnya pengelolaan sampah.
  7. Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
  8. Upaya pemantauan untuk melihat kinerja upaya pengelolaan.
  9. Executive Summary
  10. Memuat ringkasan dokumen ANDAL, RKL, dan RPL

Hal yang harus diperhatikan adalah
  1. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008
  2. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
  3. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
  4. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006

PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM PROSES AMDAL
  1. Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  2. Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  3. masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

Suatu rencana kegiatan dapat dinyatakan tidak layak lingkungan, jika berdasarkan hasil kajian AMDAL, dampak negatif yang timbulkannya tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia. Demikian juga, jika biaya yang diperlukan untuk menanggulangi dampak negatif lebih besar daripada manfaat dari dampak positif yang akan ditimbulkan, maka rencana kegiatan tersebut dinyatakan tidak layak lingkungan. Suatu rencana kegiatan yang diputuskan tidak layak lingkungan tidak dapat dilanjutkan pembangunannya

CONTOH KASUS AMDAL, TELUK BENOA

Pada 26 Agustus 2018, PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) sebagai pelaksana proyek reklamasi di teluk Benoa tidak mendapat perpanjangan izin lokasi reklamasi untuk yang kedua kalinya dari Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP). Berdasarkan Pasal 19 ayat 1 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122/2012 tentang reklamasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menyatakan bahwa izin lokasi reklamasi berlaku untuk jangka waktu dua tahun dan dapat diperpanjang hanya sekali lagi dengan paling lama dua tahun.
Perjuangan warga dimulai pada tahun 2012 pada saat pemerintah setempat membuat Surat Keputusan Nomor 2138/02-C/HK/2012 tentang izin dan hak pemanfaatan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah perairan teluk Benoa. Pemerintah membuat keputusan ini tanpa sepengetahuan masyarakat. Dan proyek ini sangat bertentangan dengan Pepres nomor 45/2011 tentang tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan yang menyebutkan bahwa teluk Benoa adalah kawasan konservasi. Puncaknya adalah ketika Pepres ini dirubah oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dengan mengeluarkan Pepres baru nomer 51/2014 yang menyebabkan peluang proyek pulau reklamasi terbuka dan bahkan memberikan izin reklamasi di wilayah konservasi Teluk Benoa. Kawasan yang sebenarnya untuk konservasi berubah menjadi areal budidaya.
Karena TWBI sudah mendapatkan ijin lokasi maka sesuai dengan peraturan TWBI harus memberikan laporan kelayakan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), demikian keterangan Henri Subagyo, Direktur Indonesian Center For Environmental Law. Laporan AMDAL dari TWBI ini nantinya akan dinilai oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun hingga batas waktu izin lokasi sudah habis, laporan AMDAL dari TWBI belum dinilai belum layak. Djati Witjaksono, Kepala Biro Humas KLHK, mengatakan bahwa laporan AMDAL dari TWBI masih harus perlu disempurnakan atau diperbaiki seperti dari segi ekonomi dan sosial budaya.
Wayan “Gendo” Suardana, Koordinator ForBALI, menegaskan karena izin lokasi habis maka proses AMDAL juga harus berhenti karena proses hukum sudah habis. Ia juga menambahkan bahwa izin lokasi TWBI berlaku hingga tanggal 26 Agustus 2018 karena sudah diperpanjang satu kali oleh Menteri KKP Ibu Susi Pudjiasturi.
Meskipun begitu Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) belum memberikan pernyataan tegas atas pencabutan izin lokasi maupun penghentian proses AMDAL. Brahmantya Satyamurti Poerwadi, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut KKP, mengatakan meskipun masyarakat Bali menuntut penghentian reklamasi Teluk Benoa, namun jika Pepres nomor 51/2014 tidak dirubah maka masalah akan tetap tidak berubah. “Kuncinya dari situ. Kalau reklamasi di Bali tidak ingin ada atau dihentikan, Perpres harus diubah dulu. Jika masih berlaku, siapapun berhak mengajukan izin untuk melaksanakan reklamasi,” katanya saat dihubungi Mongabay.
Menanggapi hal itu Abetnego Tarigan, Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo mempunyai peluang untuk melakukan revisi Perpres tersebut. Ia juga mengakui bahwa hingga kini belum ada pembicaraan resmi tentang perubahan Perpres reklamasi teluk Benoa, namun kesempatan untuk itu tetap terbuka.
Henri Subagyo, Direktur Indonesian Center For Environmental Law, mendesak agar pemerintah segera mengatakan kepada masyarakat bahwa izin lokasi TWBI telah lewat sehingga proses AMDALnya harus berhenti. Ia memohon pemerintah untuk segera mengembalikan teluk Benoa sebagai kawasan konservasi atau setidaknya tidak terjerat oleh kepentingan privat dan reklamasi. Selain itu Wayan “Gendo” Suardana mendesak Presiden Joko Widodo mencabut Perpres 51 Tahun 2014, karena Perpres ini mementingkan kepentingan para investor yang mana hal ini bertentangan dengan Perpres nomor 45 Tahun 2011.

Sumber :









Komentar

Posting Komentar